Begini Bagaimana Orang Arab Memperlakukan Orang Indonesia adalah sajian terbaru jaman sekarang yang bisa menjadi daftar referensi kalian. Mudah mudahan tulisan yang disajikan berikut menjadi informasi yang banyak diminati bagi pembaca terus kunjungi blog ini untuk update terbaik lainnya.
Begini Bagaimana Orang Arab Memperlakukan Orang Indonesia. Kamu perlu sering belajar bakal mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka lewat berita terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan termulia internal membaca share terbaru.Wartaislami ~ Saya membuat tulisan ini, bukan bakal merendahkan bangsa aku, Indonesia tercinta.
Bukan pula menyerang negara Arab, khususnya Arab Saudi tempat di mana aku berdomisili saat ini.
Tujuan tulisan singkat aku ini bakal membangunkan teman-teman, kakak, atau adik-adik aku atau sesama saudara warga negara Indonesia di mana saja berada.
Agar bisa memilih atau memilah, mana yang bisa dijadikan panutan/pedoman, serta mana pula yang perlu diwaspadai.
Harapan aku hanya satu:
Semoga Indonesia selalu dirahmati oleh Allah Tuhan Alam Semesta Pencipta langit atau bumi beserta segala isinya, atau putra-putra bangsa ini -juga aku- kagak selaku bangsa yang inferior(rendah diri), kagak mudah kagum, atau kagak mudah selaku beo.
Begini, aku melihat hubungan celah Arab (khususnya Arab Teluk), Barat (khususnya Amerika), atau Indonesia (khususnya yang pro-Arab) itu unik, memungut, atau lucu.

President Barack Obama meets with Saudi Crown Prince Mohammed bin Nayef, center, and Saudi Foreign Minister Adel Al Jubeir at the White House on Wednesday. Photo The Guardian
Negara-negara Arab, khususnya Teluk itu “luar biasa Barat” atau jelas2 pro-Amerika (atau Inggris).
Hampir semua produk2 Barat dari ecek-ecek (semacam restoran fast foods) sampai yg berkelas atau bermerk bakal kalangan berduit, semua ada di kawasan ini.
Mall-mall megah dibangun, a.l., bakal menampung yang diproduksi-yang diproduksi Barat tadi.
Warga Arab selaku pecinta yang diproduksi otomotif setia karena memang mereka hobi shopping
(bahkan terkadang lalai lewat sembahyang).
Orang-orang Barat juga mendapat “perlakuan spesial” disini, khususnya yang bekerja di sektor industri (gaji tinggi, fasilitas melimpah).
Mayoritas orang-orang Arab juga luar biasa hormat & inferior(rendah diri) terhadap orang-orang Barat.
Saya sering jalan bareng bersama “kolega bule”-ku ke tempat pameran barang-barang branded tsb, atau mereka menganggap aku sebanding “jongosnya”.
Bagi orang2 Arab, non-bule darimanapun asalnya apapun agama mereka sebanding “Kelas Buruh”, tengah org bule, sekere & sebego apapun mereka, beragama atau kagak beragama, dianggap “kelas elit”.
Mereka pertama kali menaruh rasa hormat, kalau sudah tahu “siapa kita”.
Sejumlah universitas2 beken di Amerika juga membuka cabang di Arab Teluk, selain Saudi, (Georgetown, New York Univ, Texas A & M, Carnegie Melon Univ, dll).
Di bawah bendera King Abdullah Scholarship, Saudi telah mengirim bertambah dari 150 ribu warganya bakal belajar di kampus-kampus Barat, khususnya Amerika, Kanada & Eropa (jg Aussie).
Tidak ada satu pun yang disuruh belajar ke Indonesia!! !
Sementara (sebagian) warga Indo memimpikan belajar di Arab Saudi.
Lucunya, para fans/penyembah Arab Saudi atau Arab-Arab lainnya di Indonesia, mereka mati-matian men-tuan-kan Arab, tengah Arab sendiri kagak “menggubris” mereka (penyembah Arab).
Para “cheerleaders/pengidola” Arab ini (para fans Arab di Indonesia),
juga mati2an anti-Barat padahal orang-orang Arab mati-matian membela Barat.
Kita bertutur memakai istilah bahasa mereka (akhi, ukhty, antum, atau berbagai istilah arab lainnya, padahal, mereka merendahkan kita). Kita seolah gagal faham bakal membedakan celah Islam atau Arab.
Islam menyanjung kita sedangkan Arab menganggap kita ini bangsa budak.
Saya bukan anti-Arab atau anti-Barat karena teman-teman baikku banyak sekali dari “dua dunia” ini.
Saya juga bukan pro-Arab atau pro-Barat. Saya sebanding aku yang tetap orang kampungan Jawa.
Daripada “ selaku Arab” atau “ selaku Barat”, hendak bertambah baik jika kita selaku “diri kita sendiri” yang tetap menyanjung warisan tradisi atau kebudayaan leluhur kita.
Itulah orang Saudi, mereka menganggap kecil terhadap orang Indonesia, di hotel, di kantor, bahkan mrk menyangka aku cuma tenaga profesional ecek ecek, mereka tanya gaji, disangka CUMA 2 ribu atau 3 ribu Real. (1 real = 3700)
Waktu aku bilang jumlah gaji aku, mereka pertama kali tahu gaji aku sama lewat orang Amerika atau Inggris, atau mereka tanya kok bisa begitu.
Saya bilang, aku pernah training di Inggris atau di Amerika, atau ternyata gaji aku bertambah besar dari gaji dokter Saudi.
Itulah kenyataannya, atau yang menggaji aku perusahaan di Abu Dhabi yang kagak menganggap rendah karyawannya berdasarkan kebangsaan atau Nationality profiling.
Mudah-mudahan pemerintah kagak mengirim lagi TKI atau TKW oleh sebab itu mereka kagak menganggap orang Indonesia bangsa budak.
Tetapi kirim tenaga terdidik, terutama yang menguasai bahasa Inggris.
Sekali lagi:
Saya bukan anti Arab atau juga bukan anti Barat aku cuma orang Jawa – Indonesia yang dipercaya seperti orang yang bekerja seperti tenaga ahli yang dibayar berdasarkan keahliannya.
Suatu hari, atau ini bukan bakal menyombongkan diri, aku merasa bangga ketika aku keluar dari sebuah hotel di Jeddah, aku dijemput oleh sopir orang Arab berpokok dari Thaif.
Itu kebanggaan aku, karena biasanya yg jadi sopir itu orang Indonesia.
Mudah-mudahan kita kagak jadi bangsa budak atau budak diantara bangsa lain.
Belum lama ini sy melakukan survei dg responden para mahasiswaku (kadar 100 mhs) yg mayoritas beretnik Arab & Saudi. Survei ini bersifat “confidential” atau identitas mahasiswa tdk diketahui. Salah satu pertanyaan dlm survei adl: “Agar bertambah Islami, apakah masyarakat Muslim non-Arab perlu meniru & mencontoh masyarakat Arab & menjalankan kebudayaan mrk?” Jawaban mrk, kadar 60% bilang “kagak”, 12% bilang “ya”, selebihnya “ bisa jadi” & “kagak tahu”.
Saya tdk tahu secara pasti apakah jawaban mrk itu ada kaitannya dg “doktrin2” pentingnya menyanjung pluralitas budaya, agama, & masyarakat yg selama ini sy “ajarkan” di kelas atau bisa jadi karena pengaruh pendidikan yg semakin meningkat atau gelombang modernisasi & “internetisasi” yg mewabah di kawasan Arab.
Apapun faktor2nya yg jelas hasil survei ini “segelintir menggembirakan” (setidaknya buatku), meskipun masih bny tantangan cukup besar menghadang di depan peranti penglihat. Bukan suatu hal yg mustahal jika kelak kaum Muslim Arab & Saudi khususnya bisa selaku bertambah maju, terbuka, atau toleran. Dan bukan suatu hal yg mustahal pula jika kelak kaum Muslim Indonesia justru “nyungsep” selaku umat yg bebal, tertutup, atau intoleran.
Di saat masyarakat Arab tiba lelah dg konflik & kekerasan serta tiba menyadari pentingnya keragaman & hidup bertoleransi, sejumlah kaum Muslim di Indonesia justru selaku umat intoleran atau anti-kemajemukan…
Sumanto Al Qurtuby, seorang professor Warga Negara Indonesia, dosen di King Fahd University for Petroleum and Gas, Arab Saudi.
*Jika esai ini bermanfaat buat dikau atau orang lain silahkan share sebanyak-banyaknya
Sumber :arrahmah.co.id
Source Article and Picture : www.wartaislami.com
Bukan pula menyerang negara Arab, khususnya Arab Saudi tempat di mana aku berdomisili saat ini.
Tujuan tulisan singkat aku ini bakal membangunkan teman-teman, kakak, atau adik-adik aku atau sesama saudara warga negara Indonesia di mana saja berada.
Agar bisa memilih atau memilah, mana yang bisa dijadikan panutan/pedoman, serta mana pula yang perlu diwaspadai.
Harapan aku hanya satu:
Semoga Indonesia selalu dirahmati oleh Allah Tuhan Alam Semesta Pencipta langit atau bumi beserta segala isinya, atau putra-putra bangsa ini -juga aku- kagak selaku bangsa yang inferior(rendah diri), kagak mudah kagum, atau kagak mudah selaku beo.
Begini, aku melihat hubungan celah Arab (khususnya Arab Teluk), Barat (khususnya Amerika), atau Indonesia (khususnya yang pro-Arab) itu unik, memungut, atau lucu.

President Barack Obama meets with Saudi Crown Prince Mohammed bin Nayef, center, and Saudi Foreign Minister Adel Al Jubeir at the White House on Wednesday. Photo The Guardian
Negara-negara Arab, khususnya Teluk itu “luar biasa Barat” atau jelas2 pro-Amerika (atau Inggris).
Hampir semua produk2 Barat dari ecek-ecek (semacam restoran fast foods) sampai yg berkelas atau bermerk bakal kalangan berduit, semua ada di kawasan ini.
Mall-mall megah dibangun, a.l., bakal menampung yang diproduksi-yang diproduksi Barat tadi.
Warga Arab selaku pecinta yang diproduksi otomotif setia karena memang mereka hobi shopping
(bahkan terkadang lalai lewat sembahyang).
Orang-orang Barat juga mendapat “perlakuan spesial” disini, khususnya yang bekerja di sektor industri (gaji tinggi, fasilitas melimpah).
Mayoritas orang-orang Arab juga luar biasa hormat & inferior(rendah diri) terhadap orang-orang Barat.
Saya sering jalan bareng bersama “kolega bule”-ku ke tempat pameran barang-barang branded tsb, atau mereka menganggap aku sebanding “jongosnya”.
Bagi orang2 Arab, non-bule darimanapun asalnya apapun agama mereka sebanding “Kelas Buruh”, tengah org bule, sekere & sebego apapun mereka, beragama atau kagak beragama, dianggap “kelas elit”.
Mereka pertama kali menaruh rasa hormat, kalau sudah tahu “siapa kita”.
Sejumlah universitas2 beken di Amerika juga membuka cabang di Arab Teluk, selain Saudi, (Georgetown, New York Univ, Texas A & M, Carnegie Melon Univ, dll).
Di bawah bendera King Abdullah Scholarship, Saudi telah mengirim bertambah dari 150 ribu warganya bakal belajar di kampus-kampus Barat, khususnya Amerika, Kanada & Eropa (jg Aussie).
Tidak ada satu pun yang disuruh belajar ke Indonesia!! !
Sementara (sebagian) warga Indo memimpikan belajar di Arab Saudi.
Lucunya, para fans/penyembah Arab Saudi atau Arab-Arab lainnya di Indonesia, mereka mati-matian men-tuan-kan Arab, tengah Arab sendiri kagak “menggubris” mereka (penyembah Arab).
Para “cheerleaders/pengidola” Arab ini (para fans Arab di Indonesia),
juga mati2an anti-Barat padahal orang-orang Arab mati-matian membela Barat.
Kita bertutur memakai istilah bahasa mereka (akhi, ukhty, antum, atau berbagai istilah arab lainnya, padahal, mereka merendahkan kita). Kita seolah gagal faham bakal membedakan celah Islam atau Arab.
Islam menyanjung kita sedangkan Arab menganggap kita ini bangsa budak.
Saya bukan anti-Arab atau anti-Barat karena teman-teman baikku banyak sekali dari “dua dunia” ini.
Saya juga bukan pro-Arab atau pro-Barat. Saya sebanding aku yang tetap orang kampungan Jawa.
Daripada “ selaku Arab” atau “ selaku Barat”, hendak bertambah baik jika kita selaku “diri kita sendiri” yang tetap menyanjung warisan tradisi atau kebudayaan leluhur kita.
Itulah orang Saudi, mereka menganggap kecil terhadap orang Indonesia, di hotel, di kantor, bahkan mrk menyangka aku cuma tenaga profesional ecek ecek, mereka tanya gaji, disangka CUMA 2 ribu atau 3 ribu Real. (1 real = 3700)
Waktu aku bilang jumlah gaji aku, mereka pertama kali tahu gaji aku sama lewat orang Amerika atau Inggris, atau mereka tanya kok bisa begitu.
Saya bilang, aku pernah training di Inggris atau di Amerika, atau ternyata gaji aku bertambah besar dari gaji dokter Saudi.
Itulah kenyataannya, atau yang menggaji aku perusahaan di Abu Dhabi yang kagak menganggap rendah karyawannya berdasarkan kebangsaan atau Nationality profiling.
Mudah-mudahan pemerintah kagak mengirim lagi TKI atau TKW oleh sebab itu mereka kagak menganggap orang Indonesia bangsa budak.
Tetapi kirim tenaga terdidik, terutama yang menguasai bahasa Inggris.
Sekali lagi:
Saya bukan anti Arab atau juga bukan anti Barat aku cuma orang Jawa – Indonesia yang dipercaya seperti orang yang bekerja seperti tenaga ahli yang dibayar berdasarkan keahliannya.
Suatu hari, atau ini bukan bakal menyombongkan diri, aku merasa bangga ketika aku keluar dari sebuah hotel di Jeddah, aku dijemput oleh sopir orang Arab berpokok dari Thaif.
Itu kebanggaan aku, karena biasanya yg jadi sopir itu orang Indonesia.
Mudah-mudahan kita kagak jadi bangsa budak atau budak diantara bangsa lain.
Belum lama ini sy melakukan survei dg responden para mahasiswaku (kadar 100 mhs) yg mayoritas beretnik Arab & Saudi. Survei ini bersifat “confidential” atau identitas mahasiswa tdk diketahui. Salah satu pertanyaan dlm survei adl: “Agar bertambah Islami, apakah masyarakat Muslim non-Arab perlu meniru & mencontoh masyarakat Arab & menjalankan kebudayaan mrk?” Jawaban mrk, kadar 60% bilang “kagak”, 12% bilang “ya”, selebihnya “ bisa jadi” & “kagak tahu”.
Saya tdk tahu secara pasti apakah jawaban mrk itu ada kaitannya dg “doktrin2” pentingnya menyanjung pluralitas budaya, agama, & masyarakat yg selama ini sy “ajarkan” di kelas atau bisa jadi karena pengaruh pendidikan yg semakin meningkat atau gelombang modernisasi & “internetisasi” yg mewabah di kawasan Arab.
Apapun faktor2nya yg jelas hasil survei ini “segelintir menggembirakan” (setidaknya buatku), meskipun masih bny tantangan cukup besar menghadang di depan peranti penglihat. Bukan suatu hal yg mustahal jika kelak kaum Muslim Arab & Saudi khususnya bisa selaku bertambah maju, terbuka, atau toleran. Dan bukan suatu hal yg mustahal pula jika kelak kaum Muslim Indonesia justru “nyungsep” selaku umat yg bebal, tertutup, atau intoleran.
Di saat masyarakat Arab tiba lelah dg konflik & kekerasan serta tiba menyadari pentingnya keragaman & hidup bertoleransi, sejumlah kaum Muslim di Indonesia justru selaku umat intoleran atau anti-kemajemukan…
Sumanto Al Qurtuby, seorang professor Warga Negara Indonesia, dosen di King Fahd University for Petroleum and Gas, Arab Saudi.
*Jika esai ini bermanfaat buat dikau atau orang lain silahkan share sebanyak-banyaknya
Sumber :arrahmah.co.id
Source Article and Picture : www.wartaislami.com